MKD yang Tak "Bergigi" Hadapi Setya Novanto
Ketua DPR RI Setya Novanto kembali dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Editor: Hasanudin Aco
"Enggak ada (sanksi). Kami mengingatkan pimpinan DPR dan itu tidak termasuk sanksi. Kecuali kalau itu putusan ringan, tertulis," kata Dasco.
Masih pada tahun yang sama, Novanto kembali dilaporkan ke MKD terkait dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo terkait saham PT Freeport Indonesia.
Kasus ini berujung pada mundurnya Novanto dari kursi Ketua DPR RI sebelum MKD mengeluarkan putusan.
Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Novanto.
Uji materi itu terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
Hal itu diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menyebutkan bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan sah.
MK menyatakan penyadapan terhadap satu pihak harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan ketentuan sesuai UU ITE.
Dengan adanya putusan tersebut, MKD memulihkan nama baik Novanto dan persidangan Papa Minta Saham dianggap tidak sah karena menggunakan barang bukti rekaman yang dinilai ilegal.
"Yang terakhir itu kan rehabilitasi. (Persidangan) itu otomatis ditiadakan karena putusan MK kemarin," tutur Dasco.
Pemulihan nama baik Novanto sekaligus menjadi pintu awal dirinya kembali menduduki kursi Ketua DPR RI.
Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, Novanto tak dalam posisi menerima sanksi apapun dari MKD atau dinyatakan bersih dari sisi etik anggota dewan.
Dianggap berbohong
Setya Novanto dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan DPR oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, Kamis (16/3/2017).
Novanto dilaporkan karena diduga berbohong di hadapan publik.