Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Psikologi Sebut Gaya Kampanye Brabowo Mirip Donald Trump

Anggota Dewan Pers menyebut pernyataan calon presiden Prabowo Subianto media massa di Indonesia telah memanipulasi demokrasi sebagai "kesalahan besar

Editor: Sugiyarto
zoom-in Pakar Psikologi Sebut Gaya Kampanye Brabowo Mirip Donald Trump
Tribunnews.com/Taufik Ismail
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di Istora Senayan, Jakarta 

Ia menampik anggapan yang menyebut capres ini meniru gaya Presiden AS Donald Trump yang berupaya mendelegitimasi media dengan begitu, publik akan lebih memercayai media sosial yang penuh hoaks.

"Kita tidak tahu Donald Trump. AS dan Indonesia jauh berbeda. Tidak mungkin meniru ke sana," tukasnya.

Utamakan program, bukan jargon

Pakar psikologi politik dari Universitas Indonsia, Hamdi Muluk, menyebut ada kemiripan gaya kampanye Prabowo Subianto dengan Donald Trump.

Ia menilai Prabowo "selalu mencitrakan dirinya sebagai seorang nasionalistik" dan membuat slogan yang hampir serupa, yakni Make Indonesia Great Again.

Hanya saja, jargon itu tak pas dilekatkan pada kondisi Indonesia.

Sebab Indonesia belum pernah mencapai posisi "hebat".

Berita Rekomendasi

Kalau pun ingin dibandingkan dengan era Soeharto, kata Hamdi, tidak realistis.

"Logikanya nggak nyambung. Memang kapan Indonesia great?"

"Kecuali seperti Cina yang sekarang menguasai perekonomian dunia."

"Indonesia sekarang itu, justru kondisi 20 tahun lalu Cina," imbuhnya.

Sikap sama juga ditunjukkan dengan menyebut media melakukan kebohongan dalam pidaton di acara peringatan Hari Disabilitas Internasional, Rabu (5/12/2018).

Merujuk kepada Donald Trump, ia berkali-kali menuding media menyebarkan berita miring tentang dirinya.

Bahkan terminologi berita palsu atau fake news dipopulerkannya.

"Kemiripan dua orang ini memang sama."

"Pengamatan banyak orang, sepanjang ini polanya sama."

"Tapi ada beberapa hal yang menetap di Prabowo, terlepas dari fenomena Trump, retorika tentang nasionalistiknya sama."

"Prabowo selalu mencitrakan dirinya sangat nasionalistik," jelas Hamdi Muluk.

Tapi menurut Hamdi Muluk, pernyataan kontroversi semacam itu tak terlalu diminati publik dan takkan berhasil meningkatkan popularitasnya.

Ia menyarankan Prabowo, agar menghadirkan program-program yang dibutuhkan masyarakat seperti bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan atau menaikkan pertumbuhan ekonomi.

"Popularitas Prabowo tuh sudah mentok."

"Elektabilitasnya saja terpaut 20 persen dari Jokowi."

"Jadi sebaiknya sekarang dia memunculkan narasi yang berdampak langsung ke masyarakat," sambungnya.

Dalam survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, tingkat keterpilihan Jokowi-Maruf sebesar 52,2 persen, sementara Prabowo-Sandi sebesar 29,5 persen.

Ini karena berbagai isu dan program yang disampaikan ke publik oleh dua kubu tidak punya efek elektoral yang signifikan.

Isu seperti Tampang Boyolali misalnya, sebanyak 65,8 persen responden menyatakan tidak suka dengan pernyataan tersebut.

Sementara mereka yang menyatakan suka hanya sebesar 9,3 persen.

Selain itu, pernyataan Prabowo yang mengatakan jika terpilih sebagai presiden tidak akan mengimpor juga hanya menyita perhatian publik sekitar 18,7 persen pemilih. (*)

Artikel ini telah tayang di BBC News Indonesia dengan judul Anggota Dewan Pers: 'Keliru besar kalau Prabowo sebut media memanipulasi demokrasi'

Sumber: BBC Indonesia
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas