Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia (3): Ojong Berintegritas, Media Sekarang Tersesat

Sikap Ojong jelas, sekali mati tapi berarti. Ia menolak untuk mengikuti kemauan rejim Soeharto.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia (3): Ojong Berintegritas, Media Sekarang Tersesat
KOMPAS/Arsip
Foto dokumentasi wartawan sekaligus pendiri Harian Kompas Petrus Kanisius (PK) Ojong. KOMPAS 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai orang yang lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juli 1920, wajar makanan favorit PK Ojong masakan Padang. Sedangkan minuman kesukaannya adalah kopi.

Karena memegang teguh disiplin, kerja keras, serta hemat, PK Ojong selalu marah kalau dibelikan kopi yang agak mahal atau makanan kecil berlebihan untuk kudapan di kantor.

Dalam mengembangkan bisnisnya, Ojong yang memberi nama perusahaannya Gramedia sebagai kepanjangan Grafika dan Media ini, berpegang pada nilai-nilai kejujuran.

Bagi Ojong, keuntungan yang hendak dikejar bukan dengan penipuan, melainkan dengan prinsip-prinsip yang sehat: mencari nama baik, menumbuhkan kepercayaan, agar omzet bertambah terus-menerus agar perusahaan bisa berkembang.

Bukan saja baik di mata Tuhan, tetapi juga bagi masyarakat, yaitu untuk memperbaiki masyarakat, untuk mengangkat derajat masyarakat.

Kegigihannya dalam bisnis tak pernah mengorbankan idealisme. Bahkan ketika Kompas dibredel oleh kekuasaan Soeharto pada 1978, terjadi perdebatan di lingkungan internal, terutama antara PK Ojong dan Jakob Oetama.

Foto dokumentasi wartawan sekaligus pendiri Harian Kompas Petrus Kanisius (PK) Ojong. KOMPAS
Foto dokumentasi wartawan sekaligus pendiri Harian Kompas Petrus Kanisius (PK) Ojong. KOMPAS (KOMPAS/Arsip)

Saat itu Soeharto yang sangat berkuasa marah karena Kompas memberitakan soal pencalonan Presiden.

Berita Rekomendasi

Peristiwa itu membuat resah wartawan dan karyawan Kompas. Ojong dan Jakob menyikapi kejadian dengan tenang, namun keduanya berbeda sikap.

Saat itu Soeharto mengizinkan Kompas kembali terbit tapi harus mengikuti kemauannya.

Sikap Ojong jelas, sekali mati tapi berarti. Ia menolak untuk mengikuti kemauan rejim Soeharto. Sebaliknya Jakob Oetama setuju beradaptasi dengan kekuasaan, agar Kompas kembali terbit.

Argumentasi Jakob pun cukut kuat, bahwa masyarakat Indonesia saat membutuhkan bacaan yang berkualitas dan mencerahkan. Mengikuti kemauan orde baru bukan berarti tunduk, justru merupakan siasat untuk tetap hadir agar masyarakat cerdas.

Perbedaan sikap dan pandangan kedua pendiri Kompas Gramedia ini dikisahkan dalam buku "Menulis dari Dalam", yang mengisahkan bagaimana filosopi dan gaya menulis jurnalistik Kompas.

Baca: Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia (2): Korannya Ditutup karena Melawan Bung Karno

Goenawan Mohamad, pendiri Majalah Tempo mengenal sosok insan pers terbaik Indonesia Petrus Kanisius (PK) Ojong sebagai pribadi pekerja keras yang tak pernah berhenti belajar.

Pertemuan awal Goenawan dengan PK Ojong bermula dari kedekatannya dengan salah satu cendekiawan ternama Arief Budiman.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas