KPK Duga Poltracking Indonesia Terima Duit Buat Dongkrak Popularitas Bupati Kapuas di Pilgub Kalteng
KPK menduga PT Poltracking Indonesia menerima aliran duit korupsi Bupati nonaktif Kapuas Ben Brahim S Bahat (BBSB).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Uang itu dipergunakan untuk biaya survei Ben Bahat dan istrinya, Anggota Komisi III DPR dari Partai NasDem Ary Egahni.
"Diperiksa di antaranya pendalaman soal aliran uang di antaranya yang juga dipergunakan untuk pembiayaan polling survei pencalonan kepala daerah terhadap tersangka dan istrinya," kata Ali, Selasa (27/6/2023).
Adapun berdasarkan konstruksi perkara yang disampaikan KPK, terdapat aliran uang dari Ben dan Ary untuk membayar dua lembaga survei nasional tersebut.
Juru Bicara KPK Ali Fikri pun mengamini bahwa dua lembaga survei yang kecipratan uang dari Ben dan Ary ialah Lembaga Survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia.
"Sejauh ini, informasi yang kami terima dari hasil pemeriksaan, betul ya," kata Ali, Rabu (29/3/2023).
Ali mengatakan, pendalaman aliran uang ke dua lembaga survei nasional dimaksud akan dilakukan lewat pemeriksaan tersangka ataupun saksi.
"Namun tentu perlu pendalaman-pendalaman lebih lanjut nantinya pada proses penyidikan yang sedang berjalan ini," kata dia.
Sebagaimana diketahui, Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan Anggota Komisi III DPR dari Partai NasDem Ary Egahni diduga menggunakan uang hasil korupsi sebesar Rp8,7 miliar untuk sejumlah kepentingan politik.
Mulai dari untuk pendanaan pencalonan Bupati Kapuas, Gubernur Kalimantan Tengah, hingga pemilihan Ary Egahni--istri Ben--sebagai anggota legislatif DPR RI di tahun 2019.
KPK turut menyebut Ben dan Ary juga memakai uang korupsinya untuk membayar dua lembaga survei guna mendongkrak elektabilitas.
"Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2023).
Uang sejumlah Rp8,7 miliar tersebut diduga diperoleh Ben dan Ary dari hasil pemotongan anggaran dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah, serta dari pihak swasta berkaitan dengan izin perkebunan. Pungutan uang Ben tersebut dilakukan dengan dibantu Ary.
Ary diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan, antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
Berdasarkan sumber Tribunnews.com, dua lembaga survei nasional itu menerima uang ratusan juta rupiah, yang dananya berasal dari kas SKPD.