Direksi Ungkap Alasan PT Timah Merugi: Sewa Smelter dengan Swasta Malah Buat Untung
Saksi lain yang dihadirkan dalam sidang yakni bawahan dari Fina, Kepala Divisi PT Timah Tbk periode 2017–2019, Iam Syafei, turut menguatkan pengakuan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah terungkap PT Timah Tbk mengalami kerugian Rp608 miliar dan Rp336 miliar pada tahun 2019 dan 2020.
Rugi ini merupakan konsolidasi kinerja operasi PT Timah dan anak usahanya. Sedangkan, secara sektoral sewa-menyewa smelter dengan PT Timah membuat laba bagi perusahaan.
Hal itu disampaikan Direktur Keuangan PT Timah, Fina Eliani, saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang lanjutan korupsi di PT TImah dengan terdakwa Harvey Moeis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Fina dalam kesaksiannya mengatakan, kerugian yang menimpa pada tahun 2019 dan 2020 bukan hanya PT Timah, tapi dari sembilan anak usaha lainnya.
"Anak perusahaan variatif, ada yang bergerak di sektor perkapalan, reklamasi, prtambangan nikel dan batubara, dan ada juga di segmen konstruksi," ucap Fina.
Saksi lain yang dihadirkan dalam sidang yakni bawahan dari Fina, Kepala Divisi PT Timah Tbk periode 2017–2019, Iam Syafei, turut menguatkan pengakuan atasannya itu. Iam menyebut secara sektoral untuk sewa-menyewa smelter dengan swasta pada tahun 2019 dan 2020 menghasilkan keuntungan.
"Itu ada keuntungan dari sewa-menyewa smelter," kata Iam.
Baca juga: Mengintip Geliat Bisnis Kaesang: Sepi Pembeli, Tutup Permanen hingga Disebut Diambil Hotman Paris
Kerugian perusahaan, Iam menjelaskan, berdasarkan harga logam jual dan biaya keuangan lainnya.
Iam memerinci, biaya keuangan tersebut terdiri dari pembayaran pinjaman, bunga obligasi, selisih kurs, provisi bank, dan lainnya.
"Pinjaman bank, bunga itu obligasi dan lainnya," kata Iam.
Secara bersamaan, Kepala Divisi Akuntansi PT Timah yang sedang menjabat saat ini, Dian Safitri, membeberkan sesuai dengan BAP, bahwa unit peleburan di Kundur milik PT Timah pada tahun 2019 menelan biaya Rp95 miliar untuk melebur 1.284 ton timah menjadi logam.
"Betul (biaya peleburan, red)," kata Dian.
"Kalau real-nya memang semua biaya peleburan dibagi volume logam itulah cost per ton volume logam," ikbuh Dian.
Dari hasil biaya produksi tersebut, Dian juga membenarkan biaya produksi logam timah per tonnya sebesar 5.251 dolar AS dengan kurs pada saat itu Rp14.149.
"Ya, pak," jawab Dian
Hakim juga mempertegas terkait besaran angka biaya operasi yang dikeluarkan oleh PT Timah untuk menghasilkan logam timah per tonnya.
"Ini sudah bicara angka, sudah dibagi tadi itu 5.251 dolar AS per ton, apakah seperti itu?" tanya hakim.
"Kalau biaya produksi iya (5.251 dolar AS per ton, red), tapi kalau di BAP kami tidak memisahkan wilayah," jawab Dian.
Baca juga: BREAKING NEWS: Gubernur hingga Kapolda Babel Disebut di Sidang Kasus Korupsi PT Timah
Sementara, saksi lainnya yang juga dihadirkan, Direktur Operasi PT Timah Periode 2020–2021, Agung Pratama, mengatakan biaya yang dikeluarkan PT Timah kepada PT Refined Bangka Tin (RBT) untuk sewa smelter tersebut senilai 3.055 dolar AS per tonnya.
"Nyewa smelter per metrik ton ke PT RBT untuk peleburan sekitar 2.800 dolar AS dan pemurnian sekitar 255 dolar AS, jadi semuanya 3.055 dolar AS," kata Agung dalam persidangan.
Diketahui, dalam laporan Keuangan PT Timah, pada tahun 2019 mengalami peningkatan yang signifikan dari sisi pendapatan saat skema sewa-menyewa smelter berjalan, yakni Rp19,302 triliun, meningkat dengan tahun 2018 sebesar Rp11,049 triliun sebelum adanya skema sewa smelter.
Sedangkan, di tahun 2020 pendapatan PT Timah masih tinggi sebesar Rp15,215 triliun. Setelah itu pendapatan PT Timah terus mengalami sampai 2023 hanya sebesar Rp8,391 triliun.