Terlanjur Hamil, Perempuan Ini Urung Menikah Karena Mempelai Pria Tak Hafal Doa Mandi Wajib
Tanpa punya DK yang dikeluarkan PA, KUA tak akan berani menikahkannya karena usia mereka masih belum cukup atau di bawah umur.
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Banyaknya pasangan pengantin muda yang mengajukan pernikahan dini di Kabupaten Blitar, membuat hakim Pengadilan Agama (PA) setempat, memberlakukan persyaratan khusus.
Selain persyaratan administrasi, mereka diharuskan bisa menghafal doa mandi besar atau mandi wajib.
Jika tidak hafal doa itu, jangan harap mereka bisa menikah meski persyaratan administrasinya beres.
Sebab, hakim tak akan mengabulkan permohonan mereka atau istilahnya dispensasi kawin (DK).
Tanpa punya DK yang dikeluarkan PA, KUA tak akan berani menikahkannya karena usia mereka masih belum cukup atau di bawah umur.
Seperti yang dialami sepasang calon pengantin muda ini, Silvi (15) dan Harun (15), keduanya bukan nama sebenarnya. Jumat (26/8/2016) siang itu, mereka sedang menjalani sidang pertama di PA, untuk mendapatkan DK.
Itu karena usia mereka belum memenuhi persyaratan. Sebab, aturannya untuk menikah itu, kalau laki-laki harus berusia 20 tahun, sedang si perempuan harus berusia minimal 18 tahun.
Namun, karena si perempuannya sudah hamil duluan, terpaksa mereka harus dinikahkan. Yang menarik, saat berlangsung sidang itu, si hakim meminta keduanya berdiri dan melafalkan doa mandi besar.
"Coba, kalian menghafal doa mandi besar, bisa nggak," ujar Muhammad Zainudin, hakim yang juga wakil ketua PA.
Selanjutnya, kedua calon pengantin itu berdiri. Yang melafalkan pertama, adalah Silvi. Ia dengan lancar melafalkan doa mandi besar,
"Nawaitu, Gusla lirofil Khadasil Akbari Fardol Lliahi Ta'alah".
Berikutnya, giliran calon suaminya, Harun. Namun, Harun yang asal Kecamatan Selopuro ini hanya senyam-senyum saja.
Melihat gelagatnya Harun, hakim paham kalau ia tak hafal.
"Kamu nggak hafal ya. Kalau begitu, sidang ini kita tunda dulu dan pada sidang berikutnya minggu depan, kamu harus sudah hafal," tutur Zainuddin, sambil mengetuk palu, untuk mengakhiri persidangan.