Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Droping Jet F-16 Belanda ke Ukraina Takkan Ubah Jalannya Perang
Belanda menghibahkan jet tempur F-16 ke Ukraina, yang diharapkan membalikkan jalannya perang melawan Rusia.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Ukraina menjadi negara yang dipilih untuk proyek ini. Revolusi 2014 yang meruntuhkan pemerintahan Viktor Yanukovich, mulai mempermulus rencana itu.
Rezim Kiev menjadi pro-Eropa dan NATO, dan menindas perlawanan rakyat Donbass yang cenderung memilih Federasi Rusia.
Volodymir Zelensky dan rezimnya yang banyak disokong kekuatan ultranasionalis dan neo-Nazi, membombardir Donetsk dan Lugansk, mengabaikan Kesepakatan Minsk.
Fase baru konflik terjadi 24 Februari 2022 ketika Vladimir Putin memutuskan operasi militer khusus dengan mengirim balatentaranya masuk Ukraina.
Putin ingin mencegah proyek NATO menguasai Ukraina, dan ia menyusun rencans strategis membangun perimeter di Donbass guna menjauhkan wilayah Rusia dari jangkauan pasukan NATO.
Itulah yang terjadi hari ini. Tekad besar Rusia itu menjadikan perang yang dilancarkan NATO dengan proksi Ukraina menjadi sangat berdarah-darah.
Uni Eropa yang sejak awal menyokong Kiev, menghujani Rusia serangkaian sanksi ekonomi yang semula dianggap akan menghancurkan Moskow.
Kenyataannya, sanksi-sanksi sepihak ke Rusia itu berbalik menghantam ekonomi Eropa, memberi keuntungan besar bagi Amerika.
Kerugian itu mencemaskan sejumlah pemimpin Eropa, seperti Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Keduanya yang semula ikut agresif mendukung perang Ukraina, belakangan mulai ragu dan mendesak penyelesaikan masalah lewat meja perundingan.
Olaf Scholz adalah pemimpin pemerintahan Jerman yang membuat keputusan bertentangan dengan keinginan mayoritas rakyat Jerman.
Rakyat Jerman umumnya puas atas kemakmuran dan kekuatan ekonominya yang ditopang minyak dan gas murah dari Rusia.
Perang Ukraina membuat minyak dan gas murah tidak lagi bisa didapatkan. Industri Jerman mulai merosot dan dampak ikutannya sangat signifikan.
Sementara Prancis mengungkapkan Eropa kini hanya menjalankan agenda Amerika. Eropa menurut Macron tidak lagi memiliki kemandirian dan kedaulatan.