"Kami sudah mengirim surat ke UNESCO, kami memberi tahu mereka bahwa kami akan membangun," ujar Inung.
"Dokumen untuk observasi lingkungan sudah terpenuhi dan kami mempertimbangkan sensitivitas kawasannya, sedangkan UNESCO di Paris belum memberikan jawaban, tapi kami sudah memberi tahu mereka," ungkapnya.
Secara terpisah, penduduk di Pulau Rinca mengatakan kepada Al Jazeera, mereka takut pemerintah merusak taman nasional.
"Ini adalah kawasan konservasi, itulah yang menjadi dasar keberatan kami," ucap Venansius Harianto, yang tinggal di kota terdekat.
"Anda bisa melihat alat berat dan kendaraan, merusak tempat itu, merusak alam," katanya.
Ia mengkhawatirkan dampak pembangunan di pulau-pulau di timur Indonesia.
"Kami ingin pemerintah tidak menutup mata dan telinga. Jelas sekali bahwa konstruksi tersebut akan memiliki dampak ekologis yang buruk," tegasnya.
Tetapi beberapa berharap, proyek ini akan memberikan dorongan ekonomi dan menciptakan peluang bagi masyarakat.
"Jauh sebelum konstruksi dimulai, mereka memberi tahu kami bagaimana hal itu akan menguntungkan kami," ungkap Sarifuddin, warga sekitar yang tinggal di dekat taman.
"Kami berharap mereka akan mempekerjakan lebih banyak orang dari sini," terangnya.
"Banyak anak kami yang tamat sekolah dan belum punya pekerjaan. Mungkin setelah proyek selesai, mereka akan mendapatkan pekerjaan di sana," harapnya.
Baca juga: Proyek Jurassic Park Pulau Rinca Bikin Melanie Subono Kecewa, Ucap Maaf Pada Komodo
10 Tujuan Wisata Premium
Pulau Rinca adalah bagian dari rencana pemerintah untuk menciptakan 10 tujuan wisata 'baru' di seluruh negeri.
Terutama, tempat-tempat di seluruh nusantara yang dapat menyaingi Bali dalam popularitas dan daya tariknya yang luas.
Pemerintah membayangkan Pulau Rinca sebagai tujuan ekowisata, tetapi kelompok lingkungan mempertanyakan motivasi itu.
"Kami melihat taman nasional lain di seluruh dunia, mereka tidak mengubah bentang alam," ucap Wahyu Perdana dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
"Orang yang benar-benar datang untuk ekowisata berharap bisa datang ke tempat yang ekosistemnya belum berubah," katanya.
"Kami tidak bisa memperlakukan semua tempat sama seperti Bali," tegasnya.
Secara terpisah, perkembangan taman nasional tersebut akan dibahas pada pertemuan Warisan Dunia UNESCO berikutnya pada Juni tahun depan.
Pada saat itu konstruksi kemungkinan besar akan selesai dan beberapa khawatir apa artinya itu bagi masa depan pulau ini dan Komodonya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)