News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Kelompok Yahudi Ekstremis Israel Berduyun-duyun Bawa Kurban Persembahan ke Lokasi Masjid Al-Aqsa

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar Ilustrasi. Menjelang Hari Paskah Yahudi pada Senin (22/4/2024), kelompok Yahudi ekstremis Israel dilaporkan berduyun-duyun mendatangi lokasi kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem untuk menggelar ibadah dan ritual pemotongan kurban di lokasi Kuil Ketiga. Segala bentuk ibadah dan ritual dari kaum Yahudi di area kompleks Masjid Al-Aqsa dinyatakan terlarang dan dianggap penodaan terhadap masjid tersuci ketiga umat muslim di dunia tersebut.

Yordania menyebut, niat Ben-Gvir ini sebagai rencana menjijikkan.

"Menteri menegaskan kepatuhan umat Islam terhadap hak agama, sejarah dan hukum mereka terhadap Masjidil Haram/Masjid Suci, di bawah perwalian dan perawatan Yang Mulia Raja Abdullah II, dan sebagai masjid Islam murni untuk umat Islam saja, dan tidak tidak menerima pembagian atau persekutuan," tulis pernyataan pihak Yordania.

Baca juga: Presiden Argentina Serukan Pembongkaran Masjid Al Aqsa untuk Alasan Ini

Kunjungan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada hari Minggu (21/5/2023). (Twitter/itamarbengvir)

Ben-Gvir Ingin Ubah Status Quo Masjid Al-Aqsa

Masjid Al-Aqsa yang saat ini dikelola Badan Wakaf, lembaga resmi Yordania yang mengelola kompleks Al Aqsa saat ini masih berstatus sebagai status quo.

Apa itu status quo Majid Al-Aqsa?

Khaled Zabarqa, seorang ahli hukum Palestina di kota dan kompleks tersebut secara sederhana menjelaskan kalau status itu berarti Israel tidak memiliki kedaulatan atas Yerusalem [Timur] dan karena itu tidak memiliki kedaulatan atas Al Aqsa, yang berada di Yerusalem Timur yang diduduki Israel

Akibatnya, kata Zabarqa, hukum internasional menyatakan Israel tidak berwenang untuk menerapkan status quo apa pun.

Nir Hasson, jurnalis Haaretz yang meliput Yerusalem menyebut status quo berakar pada administrasi situs di bawah Kekaisaran Ottoman, yang menyatakan bahwa umat Islam memiliki kendali eksklusif atas Al Aqsa

Namun, orang Israel melihat segalanya secara berbeda, meskipun hukum internasional tidak mengakui upaya apa pun oleh kekuatan pendudukan untuk mencaplok wilayah yang telah didudukinya.

“Status quo yang dibicarakan orang Israel sama sekali berbeda dari status quo yang dibicarakan oleh Wakaf dan Palestina,” jelas Hasson dilansir Al-Jazeera.

Bagi Israel, status quo mengacu pada perjanjian 1967 yang dirumuskan oleh Moshe Dayan, mantan menteri pertahanan Israel.

Setelah Israel menduduki Yerusalem Timur, Dayan mengusulkan pengaturan baru berdasarkan perjanjian Ottoman.

Menurut status quo Israel 1967, pemerintah Israel mengizinkan Badan Wakaf untuk mempertahankan kontrol sehari-hari di wilayah tersebut, dan hanya Muslim yang diizinkan untuk salat di sana.

Namun, polisi Israel mengontrol akses situs tersebut dan bertanggung jawab atas keamanan, dan non-Muslim diizinkan mengunjungi situs tersebut sebagai turis.

Shmuel Berkovits, seorang pengacara dan pakar tempat-tempat suci di Israel, mengatakan status quo yang dibentuk pada 1967 tidak dilindungi oleh hukum Israel mana pun.

Bahkan, pada 1967, Dayan menetapkan status quo tanpa otoritas pemerintah, ujarnya.

Sejak 1967, undang-undang, tindakan pengadilan, dan pernyataan pemerintah Israel menciptakan kerangka kerja untuk status quo ini.

Meskipun tidak ada undang-undang Israel yang melarang orang Yahudi berdoa di Al Aqsa, Mahkamah Agung Israel memutuskan bahwa larangan tersebut dibenarkan untuk menjaga perdamaian, jelas Berkovits.

Aturan ini yang ingin diubah Itamar Ben-Gvir agar kelompok Yahudi ekstrem Israel bisa dan diperbolehkan secara hukum untuk melakukan ritual di Masjid Al-Aqsa.

(oln/khbrn/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini