News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Anwar Usman dan 4 Hakim MK Dilaporkan Ke Dewan Etik Terkait Putusan Soal Batas Usia Capres-Cawapres

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Kamis (19/10/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak lima hakim konstitusi dilaporkan ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).

Kelima hakim yang dilaporkan antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H, Dr. Manahan M. P. Sitompul, S.H., M. Hum, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum, Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H, dan Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H.

Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani mengatakan laporan tersebut dilayangkan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku kelima hakim konstitusi dalam putusan tersebut.

Dalam laporan tersebut, Julius mengatakan pihaknya menyoroti tiga hal yakni terkait administtasi, formil, dan materil.

"Soal-soal administrasi yang jelas dibahas di dalam itu, pada intinya terkait dengan adanya momen di mana perkara sempat dicabut, lalu kembali diperiksa tanpa ada pembahasan, tanpa ada penetapan," kata Julius di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Kamis (19/10/2023).

Terkait dengan aspek formil, kata dia, misalnya, terkait dengan legal standing atau kedudukan hukum pemohon.

Dalam perkara yang membahas soal umur dan pengalaman, kata dia, tidak terlihat dari profil pemohon yang justru merujuk pada satu nama yakni Gibran Rakabuming yang merupakan Walikota Solo.

Terkait aspek materil, kata dia, salah satunya menyangkut penambahan frasa yang tidak diajukan oleh pemohon baik dalam permohonananya ataupun dalam petitumnya.

Ia mengatakan pihaknya tidak mau mendasarkan laporan ini pada insinuasi, dugaan, prediksi, maupun asumsi melainkan langsung merujuk pada putusan.

"Jadi ini bukan sifatnya asumsi, bukan juga soal politisasi, jadi resmi langsung daripada pertimbangan-pertimbangan para Hakim Konstitusi," kata dia.

Julius juga menegaskan pelaporan tersebut dilakukan sebagai pintu masuk untuk memastikan benchmark Mahkamah Konstitusi lewat Hakim Konstitusinya adalah cerminan asli dari UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pihaknya tidak ingin ada kesan perilaku hakim yang tidak benar dalam sebuah proses yang karut marut dan banyak kejanggalannya.

"Jadi perlu memberikan pembelajaran bagi publik, manasih wajah yang benar bagi konstitusi kita, mana wajah yang tidak benar. Karena ini pendidikan politik juga bagi masyarakat, utamanya bagi anak-anak muda yang menjadi materi pokok dalam pemeriksaan," kata dia.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini