Pemerintah dianggap belum serius memberikan pengakuan atas hak-hak masyarakat adat. Hal itu disebatkan karena tidak adanya political will pemerintah untuk kemajuan masyarakat adat.
“Lambatnya kemajuan pengakuan hak-hak masyarakat adat sejauh ini, disebabkan tidaknya adanya political will pemerintah,” ujar peneliti Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria, Yando Zakaria, saat dihubungi di Yogyakarta.
Menurut Yando, sistem pengakuan di Indonesia masih sangat sentralistis, birokratis, teknokratis, politis, dan berbiaya tinggi.
Saat ini misalnya, terkait pengakuan hak masyarakat adat atas tanah dan hutan, tidak ada masyarakat adat yang bisa memperolehnya tanpa bantuan pihak ketiga, seperti LSM dan lembaga donor luar negeri yang peduli.
“Ini artinya ada masalah pada regulasi,” ungkap Yando.
Alih-alih mempercepat pengakuan hak masyarakat adat, tambah Yando, regulasi yang ada justru menjadi penghalang pengakuan hak konstitusional masyarakat adat itu. Padahal, dalam perspektif HAM, pemenuhan hak-hak masyarakat adat itu adalah kewajiban negara dan pemerintah.
“Maka, regulasi yang ada saat ini harus dirombak total,” tegas Yando.
Kritikan mengenai isu lingkungan dan masyarakat adat ini direspon Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Alexander Sonny Keraf. Dia mengatakan Cawapres Nomor Urut 3, Prof. Mahfud MD siap untuk berdebat dan menekankan visi misi pada penegakan dan kepastian hukum.
Baca juga: Seputar Debat Cawapres: Cak Imin Dimentori Anies, Yenny Wahid Temani Mahfud Latihan, Gibran?
Pengelolaan sumber daya alam, ujar Sonny, sangat tergantung pada kepatuhan terhadap peraturan yang ada, jika tidak, maka alih fungsi lahan tidak akan memperhatikan pembangunan berkelanjutan.
“Jadi kuncinya adalah penegakan hukum. Ini akan menjadi kekuatan Mahfud dalam debat hari ini,” kata dia.
Selain itu, Sonny mengungkapkan Mahfud juga menguasai persoalan yang dihadapi masyarakat adat dan desa saat ini, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sampai saat ini belum disahkan. Padahal, pemerintah menjanjikan hal itu.
“Prof Mahfud sangat siap untuk berdebat. Jangan khawatir, beliau sudah malang melintang pada isu lingkungan, isu sumber daya. Jadi, paham betul,” kata Sonny.
Melalui keterangan tertulis, Penasihat Ahli International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Zoemrotin K. Susilo, mengatakan, ketiga paslon capres-cawapres wajib siap menerima kondisi tongkat estafet pembangunan berkelanjutan dan memaparkan cara membiayai visi misi program pembangunan berkelanjutan.
“Jangan sampai usulan pembiayaan pembangunan berkelanjutan mendahulukan kepentingan investor dan mengabaikan lingkungan serta kepentingan rakyat, termasuk bagaimana kemudian semua pihak secara inklusif juga bisa mengakses pendanaan tersebut,” ujar Zoemrotin yang juga dikenal sebagai aktivis perempuan dan masyarakat sipil.