Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang masa berlakunya berbeda.
Diketahui, akhir tahun lalu MK telah memutuskan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia capres-cawapres. Gugatan itu sendiri langsung berlaku seketika yakni Pilpres 2024.
Sementara ini, terkait gugatan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen dikabulkan MK dan dinyatakan ambang batas itu dihapus dengan masa berlaku sebelum 2029.
“Ini yang menarik ketentuan ini (Putusan ambang batas parlemen) dinyatakan oleh MK baru berlaku sebelum 2029. Artinya secara faktual berlakunya setelah 2029,” kata Ray, Selasa (5/3/2024).
Kemudian ia menyinggung putusan tersebut berbeda dengan masa berlaku putusan gugatan batas usia cawapres.
“Kenapa dua putusan yang dilahirkan oleh MK. Tetapi berlakunya berbeda. Satunya di 2029, satunya lagi 2024,” tanyanya.
Ray lalu mempertanyakan apa penjelasan yang paling utama dari berbedanya masa berlaku dua putusan MK tersebut.
“Apa penjelasan yang paling utama sehingga ketentuan diberlakukan setelah pemilu. Dan satu ketentuan yang lain diberlakukan di tengah pemilihan tengah berlangsung,” lanjutnya.
Baca juga: Eks Ketua MK Sindir Kinerja DPR di Era Presiden Jokowi: Tak Gunakan Hak Angket Selama 10 Tahun
Meski begitu, Direktur Lingkar Madani ini meyakini, bahwa putusan ambang batas parlemen akan membuat politik di Indonesia semakin menarik.
“Ini menurut saya akan membuat semakin semarak lagi politik kita, artinya semakin memungkinkan dinamisasi politik. Kalau selama ini kita melihat pada dua kelompok besar dalam mendukung paslon tertentu dan melawan paslon tertentu. Jadi dengan kehadiran partai-partai kecil ini akan membuat dinamika koalisi kita semakin rumit,” tegasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen 4 persen.
Gugatan pengujian Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, selaku pemohon.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Baca juga: Sama-Sama Salahkan Sirekap, KPU dan Bawaslu Bantah Suara PSI Menggelembung, Minta Tunggu Hasil Resmi
Mahkamah menyatakan, norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indinesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024.