Contoh begini, kita lihat orang pakaiannya bagus, ini kayaknya bagus sekali, belum tentu juga. Terus ada juga orang yang tampilannya biasa-biasa saja, bahkan mungkin lengkap dengan tanda-tanda perhiasannya, tidak menampilkan ketakwaan dan keimanannya, dianggap ini pasti tidak bertakwa, ini tidak beriman. Ternyata dia lebih baik daripada yang kita anggap buruk.
Saya kira itu. Jadi biarkanlah orang mendapat penilaian itu, kita tetap bekerja saja, jangan pernah terganggu dengan stigma-stigma seperti itu. Itu kita jadikan sebagai semangat kita untuk berbuat baik.
Apa ini jadi motivasi Bapak menjawab keraguan itu?
Saya tidak pernah berpikir ada orang ragu. Silakan orang berpendapat, tapi saya berpikir tidak pernah ada orang ragu sama saya. Contoh begini, ada seorang atlet cacat, maka dia dianggap tidak akan mampu untuk lompat tinggi. Ada yang sehat mampu melompat tinggi.
Di suatu pertandingan, yang sehat dan tidak cacat ternyata tidak pernah jadi juara. Justru yang cacat dapat juara setelah ikut pertandingan. Kalau begitu siapa yang anda anggap buruk? Yang anda anggap tidak layak? Yang cacat tadi dapat medali, sementara yang satu tidak mendapat apa-apa. Itu konsepnya. (*)