Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Gajah Mada, Nyarwi Ahmad, menilai larangan Presiden Jokowi kepada para menteri soal penundaan pemilu sudah tepat untuk situasi saat ini.
Nyarwi meyakini pernyataan Presiden Jokowi soal ketaatannya pada konstitusi di berbagai kesempatan sebagai pernyataan yang dibangun dengan kesadaran penuh sebagai seorang presiden dan publik figur.
Sebab, inkonsistensi akan menjadi risiko yang mahal bagi seorang politisi apalagi sekelas presiden.
"Tentu presiden tetap komitmen terhadap demokrasi yang sudah berjalan sebagaimana yang diamanatkan konstitusi. Taat terhadap fondasi-fondasi kehidupan bertata negara yang tertuang dalam konstitusi kita, dan semua pernyataan pejabat publik saat ini kan tidak bisa ditarik, semua terekam dan dicatat," katanya dalam pesan yang diterima Tribunnews, Jumat (8/4/2022).
Nyarwi mengatakan wacana tersebut sebenarnya berasal dari orang-orang yang itu saja.
"Wacana itu kalau kita runut sebenarnya datangnya dari elite juga. Kalau melihat ke belakang entah dalam bahasa perpanjangan atau 3 periode itu kan berasal dari kalangan elite para menteri atau petinggi partai," ujarnya.
Nyarwi mengatakan diskursus semacam ini sebenarnya wajar dalam sebuah negara demokrasi.
"Tapi ada yang jauh lebih penting adalah menyangkut kehidupan publik yang harus segera diatasi, bukan soal presiden 3 periode tapi bagaimana mengantisipasi soal minyak goreng atau kenaikan tarif tol, BBM dan lain-lain," ucapnya.
Dia menilai usulan yang menyangkut perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden 3 periode sebagai tanda jika sebagian elite masih merindukan bayang-bayang memiliki sosok pemimpin yang kuat seperti di zaman Orde Baru.
Dengan keinginan semacam itu, menurutnya, sama saja memperlihatkan soal ketaatan pada konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi belum tertanam sepenuhnya dalam kesadaran para elite.
Baca juga: Politisi PAN Puji Jokowi yang Larang Menteri Bicara Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
"Karenanya tepat cara untuk menghentikan polemik ini. Bisa berhenti tentu sejauh elite tidak meneriakkan atau menyuarakan agenda presiden 3 periode, dan saya kira wacana itu akan teredam dengan sendirinya," ungkapnya.
Meski begitu, Nyarwi mengingatkan bahwa elite tak hanya mereka yang berada di lingkaran presiden atau para petinggi partai, tetapi termasuk pula para perangkat desa di Indonesia.
"Karena Asosiasi Perangkat Desa Indonesia (APDESI) akhir-akhir ini turut menyuarakan soal perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden 3 periode," ujarnya.