TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merespons Hari Buruh Sedunia (Mayday) 2023 yang jatuh pada hari ini Senin (1/5/2023), Komnas HAM menyampaikan sejumlah catatannya.
Satu di antaranya adalah mengenai situasi buruh dan buruh migran saat ini.
"Situasi buruh dan buruh migran saat ini masih rentan terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia," kata Komisioner Komnas HAM RI Anis Hidayah ketika dikonfirmasi pada Senin (1/5/2023).
"Seperti masih banyaknya kasus PHK sewenang-wenang, gaji tidak dibayar, ketidakjelasan status pekerja, larangan pembentukan serikat pekerja, tenaga alih daya atau outsourcing, mutasi sewenang-wenang, serta kriminalisasi terhadap buruh terkait tuntutan hakhak normatif mereka," sambung dia.
Sementara itu, kata dia, ada perlakuan khusus terhadap tenaga kerja asing yang sekarang sengaja diberikan.
Perlakuan tersebut di antaranya pada kemudahan dalam perekrutan untuk level direksi, komisaris dan lain-lain, serta adanya laporan terkait pengekangan serikat pekerja, penegakan hukumnya banyak berhenti di tingkat kepolisian.
Selain itu, kata dia, kerentanan khusus bagi pekerja perempuan seperti kekerasan seksual di tempat kerja, pemenuhan hak cuti haid dan melahirkan serta larangan berserikat bagi pekerja perempuan.
"Sementara bagi pekerja migran di luar negeri, mereka rentan menjadi korban transnational organized crime, termasuk tindak pidana perdagangan orang," kata Anis.
Sepanjang 2020-2023, kata Anis, sekira 1.200 buruh migran menjadi korban tindak pidana perdagangan orang dengan modus scamming di beberapa negara di Asia Tenggara.
Bagi pekerja rumah tangga, lanjut dia, sampai saat ini masih belum mendapatkan pengakuan dan perlindungan serta rentan menghadapi situasi kerja tidak layak.
"Komnas HAM sepanjang 2020-2023 telah menerima pengaduan terkait ketenagakerjaan baik buruh di dalam negeri maupun pekerja migran Indonesia di luar negeri sebanyak 553 aduan dengan rincian 177 (2020), 192 (2021), 170 (2022) dan 28 (hingga April 2023)," kata Anis.
Mayoritas kasus yang diadukan, kata dia, adalah tidak dibayarkan upah dan tunjangan sebanyak 251 kasus, PHK sewenang-wenang sebanyak 181 kasus, ketidakjelasan status pekerja sebanyak 31 kasus, union busting 26 kasus, penurunan pangkat dan mutasi sewenang-wenang sebanyak 17 kasus, larangan pembentukan serikat pekerja sebanyak 9 kasus, dan lain-lain sebanyak 38 kasus.
Pihak yang paling banyak diadukan, kata dia, adalah korporasi dan pemerintah pusat.
Berdasarkan hasil kajian Komnas HAM, kata Anis, keberadaan UU Cipta kerja yang kini menjadi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja memiliki dampak dalam mendorong kehidupan yang layak bagi pekerja, pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak dan hak asasi manusia bagi pekerja.