"Untuk penambangan ilegal tidak ada," jelasnya.
"Tidak ada pemulihan itu?," tanya Jaksa.
"Tidak ada," ucap Ricky.
Baca juga: Bos Timah Tamron Akui Setor Dana CSR ke Money Changer Helena Lim atas Perintah Harvey Moeis
Namun ketika Jaksa bertanya siapa pihak yang paling bertanggung jawab untuk memulihkan kerusakan lingkungan itu pasca tambang ilegal, Ricky mengaku tak tahu.
Ia juga menerangkan, kalaupun PT Timah melakukan pemulihan lingkungan, itu pun hanya dilakukan di lokasi bekas penambangan mitra perusahaanya.
"Yang jelas PT Timah ada enggak menganggarkan pembiayaan untuk menanggulangi untuk kondisi-kondisi penambangan yang dilakukan penambang ilegal tadi?," tanya Jaksa.
"Tidak ada," ucap Ricky.
"Artinya dibiarkan begitu saja?," tanya Jaksa lagi.
"Yang ditangani PT Timah adalah yang dikerjakan mitra PT Timah," pungkas Ricky.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Baca juga: Video Alat Bukti Kasus Vina Ternyata Disiapkan oleh Penyidik, Ketahuan Gergaji Bambu saat di Polres
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.