Supriyani juga menuturkan, di hari tersebut tak ada kejadian apapun di sekolahnya.
"Di situ gak ada kejadian apa-apa," ujarnya.
Kepada Kapolsek, penyidik, dan orang tua korban, Supriyani pun menegaskan bahwa ia tak melakukan penganiayaan terhadap korban.
Namun, alibi Supriyani tak dipercaya oleh orang tua korban hingga membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
Saat sidang digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, pada 7 November, dugaan penganiayaan terhadap murid berinisial D, juga diragukan oleh saksi ahli, seorang dokter forensik di RS Bhayangkara Kendari sekaligus dosen Fakultas Kedokteran UHO Kendari.
Dokter Raja Al Fath Widya Iswara adalah saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum supriyani.
Luka yang terdapat pada paha kanan korban, anak dari Aipda WH dan NF, telah dikaitkan dengan tuduhan bahwa Supriyani telah memukulinya dengan sapu.
Dalam keterangannya, Dr. Raja mengamati bahwa luka tersebut tampak disebabkan oleh benturan dengan permukaan yang kasar, bukan akibat pukulan dari benda tumpul seperti sapu yang dipersalahkan oleh orang tua siswa.
"Kemungkinan penyebab luka ini bukan dari sapu yang dibawa sebagai barang bukti," tegas Dr. Raja.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa jika luka tersebut disebabkan oleh kekerasan tumpul, seharusnya bentuknya tidak menyerupai foto yang ditampilkan di persidangan.
"Luka tersebut mirip memar, tetapi menunjukkan pola yang lebih mengindikasikan gesekan dengan permukaan benda yang cenderung kasar," ungkapnya.
Dr. Raja juga menyoroti bahwa luka yang dialami oleh korban mungkin berasal dari faktor lain, seperti interaksi dengan serangga.
"Ada kemungkinan luka ini disebabkan oleh serangga," katanya.
Ia menjelaskan bahwa luka yang terkelupas akibat gesekan biasanya akan mengalami perubahan warna dalam waktu tiga hari, yang menunjukkan karakteristik luka tersebut.
"Ada kemungkinan luka ini disebabkan oleh serangga," tambahnya.
(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunnewsSultra.com, Laode Ari)
Sumber: Tribun Sultra