Sejumlah terowongan bawah tanah penghubung Jalur Gaza ke wilayah Mesir juga dihancurkan secara bersamaan.
Ini baru permulaan. Bagian paling merisaukan adalah ketika serangan darat Israel digelar, didukung dari udara dan laut, maka kejatuhan Jalur Gaza tinggal menunggu waktu.
Israel kehilangan lebih dari 1.000 nyawa penduduknya, termasuk warga negara AS yang turut terbunuh saat serangan 7 Oktober 2023.
Ini kerugian nyawa paling besar diderita Israel dalam satu peristiwa sesudah holocaust. Jauh lebih dahsyat dan memalukan dibanding serangan apapun sebelunya.
Kemarahan elite Israel sudah sampai ubun-ubun, dan mereka tidak akan berpikir menggunakan cara-cara diplomasi untuk menyelesaikan urusan dengan Hamas.
Oleh sebab itu, hari ini mustahil mencegah Israel membatalkan rencana besarnya untuk menggempur Jalur Gaza dan memusnahkan kelompok Hamas.
Mustahil pula mengajak Israel ke meja perundingan dengan Hamas dan siapapun, guna mencegah pertumpahan darah lebih dahsyat di tanah Palestina.
Israel sudah tidak bisa terhentikan dilihat dari narasi-narasi yang disampaikan elite politik, militer, juga masyarakat Israel.
Target Israel saat ini adalah memusnahkan kelompok Hamas dari Jalur Gaza dengan cara apapun dan pengorbanan apapun tanpa batas akan dilakukan.
Bahkan kalangan politik garis keras Israel telah menyerukan penggunaan senjata pemusnah massal atau doomsday weapons ke Jalur Gaza.
Pasukan Israel siap bertempur dari kampung ke kampung, gedung ke gedung, pintu ke pintu. Selanjutnya, Israel akan mencapai tujuan menguasai Jalur Gaza sepenuhnya.
Apakah Hamas masih mampu melawan operasi militer habis-habisan Israel kali ini? Akan tergantung kelancaran pasokan dana dan logistik dari luar.
Uni Emirat Arab sejauh ini masih jadi penyandang dana terbesar untuk kehidupan di Jalur Gaza. Sementara UEA telah memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
UEA juga berkawan dekat dengan Washington. Posisi dan sikap UEA pada konflik kali ini akan tergantung bagaimana diplomasi segitiga antar Israel, AS, dan Israel dijalankan.