Anak-anak adalah kelompok usia yang PBB pun sampai mengeluarkan konvensi khusus untuk melindunginya.
Namun boleh jadi juga karena mereka masih anak-anak maka upaya pengungkapan kasusnya tidak terlihat seolah mereka adalah warga kelas dua.
Sementara, kasus Km 50 dan kasus Kanjuruhan sudah selesai.
Tapi sebatas selesai dari sisi kepastian hukum.
Anies, sebagaimana pandangan banyak kalangan, menilai kemanfaatan hukum apalagi keadilan hukum masih jauh dari kenyataan.
Dan ketika Anies juga mengangkat narasi tentang Indonesia sebagai negara kekuasaan, bukan negara hukum, maka "selesai"-nya kasus Km 50 dan kasus Kanjuruhan dapat ditafsirkan sebagai penyelesaian kasus hukum yang lebih dikendalikan oleh kekuasaan.
Bukan oleh hasrat luhur untuk mencapai keadilan.
Pertanyaannya, kelak jika Anies ingin menginvestigasi maupun melakukan investigasi ulang ketiga kasus tadi, adakah insan Tribrata yang sanggup melakukannya?
Siapakah anggota Polri yang mampu menjadi Kapolri dan mengemban tugas tersebut?
Bayangkan Presiden Anies berkata ke Kapolri, "Saya berikan anda waktu seratus hari. Lewat dari itu, anda saya copot."
Mari kita tinjau tiga situasi.
Pertama, secara umum di organisasi kepolisian terdapat Blue Curtain Code atau Kode Tirai Biru.
Ini adalah subkultur menyimpang yang ditandai oleh kecenderungan personel kepolisian untuk menutup-nutupi kesalahan sesama kolega.
Kedua, sekiranya fakta tentang faksi-faksi di institusi Polri adalah benar adanya maka potensi obstruction of justice dari internal Polri juga bisa menjadi batu sandungan bagi Kapolri mendatang.