Soal Putusan DKPP, Peneliti BRIN: Siapapun Langgar Etika dan Dapat Peringatan Ketiga Harusnya Mundur
Enam Anggota KPU RI lainnya juga turut diberi sanksi peringatan keras dalam putusan yang sama.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Utama Politik BRIN R Siti Zuhro menanggapi putusan DKPP RI yang memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
Enam Anggota KPU RI lainnya juga turut diberi sanksi peringatan keras dalam putusan yang sama.
Menurutnya akan adil bagi masyarakat apabila KPU betul-betul ditopang oleh komisioner yang berintegritas.
"Maka memang dipastikan siapapun yang melanggar etika dan mendapat pringatan ketiga, itu seharusnya mundur, kalaupun ada ketetapan hanya peringatan keras, tapi seharusnya mundur dan malu, karena sudah melakukan itu," kata Zuhro usai Diskusi Publik bertajuk Menjaga Api Demokrasi Tetap Menyala di Jakarta pada Kamis (8/2/2024).
Baca juga: Respons Putusan DKPP, Jusuf Kalla: Pencalonan Pilpres 2024 Tak Usah Diperdebatkan Lagi
"Jadi ini bukan katakan sekedar keputusan partisan, atau katakan ini adalah ketidakadilan, tidak. DKPP yang menjadikan etika, maka keputusan DKPP itu seharusnya dimaknai serius sekali, melanggar etika," sambung dia.
Menurut Zuhro peringatan bagi Hasyim sangat cukup untuk mengatakan ia harus mundur sebagai Ketua KPU RI.
Hal tersebut, kata dia, menurutnya perlu dilakukan supaya tidak mengorbankan institusi KPU.
"Jadi public trust, kepercayaan publik kepada KPU supaya utuh. Dengan tidak adanya respons yang serius dari yang bersangkutan, dari yang mendapatkan sanksi seperti itu, maka ini akan menstigma KPU RI sebagai institusi penyelenggara pemilu untuk lalu tidak dipercaya oleh masyarakat luas. Ini bahaya sekali," kata dia.
"Kita mengawali sesuatu yang menimbulkan tidak percaya, baik tentunya oleh partai politik maupun oleh masyarakat luas. Ini yang harus dihindari sebetulnya. Maka itu yang harus diketahui, dampak dari keputusan peringatan keras ketiga kali itu akan menstigma tentunya, menjadikan 'cacat' KPU ini," kata Zuhro.
Respons Ketua KPU
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari tidak mau berkomentar soal putusan atas dirinya yang dinyatakan melanggar etik sebab menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
"Jadi apapun putusannya, ya sebagai pihak teradu kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut," kata dia di kompleks parlemen, Senayan pada Senin (5/2/2024).
"Karena semua komentar catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat di jalan persidangan," sambung dia.
Dia menambahkan dalam konstruksi Undang-Undang (UU) Pemilu, KPU sebagai lembaga selalu berada dalam posisi -ter: terlapor, termohon, tergugat, dan teradu.
"Nah, kalau di DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu sebagai teradu. Nah, karena saya sebagai teradu maka saya mengikuti proses-proses persidangan di DKPP," kata Hasyim.
"Ketika ada sidang diberikan kesempatan utk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan" sambung dia.
Putusan DKPP
Sebelumnya, DKPP RI memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
Selain Hasyim, dalam putusan yang sama, sebanyak enam Anggota KPU RI juga turut diberi sanksi peringatan keras.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam ruang sidang di kantornya, Jakarta Pusat pada Senin (5/2/2024).
Sementara anggota KPU RI yang turut mendapatkan sanksi adalah Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap.
Sebagai informasi, DKPP telah membaca empat putusan atas sidang soal pendaftaran Gibran di mana semua ketua dan Anggota KPU RI menjadi teradu.
Adapun nomor perkara sidang tersebut adalah 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.
Para pelapor mendalilkan Ketua dan Anggota KPU RI diduga melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Sunandiantoro, selaku kuasa hukum Demas Brian Wicaksono yang merupakan pelapor perkara 135 mengatakan Gibran mendaftar pada saat peraturan KPU RI masih mensyaratkan calon minimal usia 40 tahun.
Menurutnya, KPU baru mengubahnya setelah proses di KPU berjalan.
"Hal itu telah jelas-jelas membuktikan tindakan para terlapor merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip berkepastian hukum penyelenggara pemilu dan melanggar sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No 2/2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu," kata dia dalam sidang di DKPP beberapa waktu lalu.