Terungkap di Persidangan, Nurhadi Renovasi Rumah di Patal Senayan Mencapai Rp 14 Miliar
Dalam persidangan terungkap adanya renovasi rumah milik Nurhadi di Patal Senayan, Jakarta Selatan, yang mencapai angka Rp 14 miliar.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Terkait pertemuan Nurhadi dengan tiga hakim agung dalam sidang sebelumnya, sambung Rudjito, pertemuan itu sama sekali tidak berkaitan dengan pengurusan perkara.
Terlebih MA pun telah menegaskan, tiga hakim agung yang bertemu dengan Nurhadi merupakan hakim agung Pengadilan Agama.
Rudjito menyatakan, pertemuan itu hanya untuk bersilaturahmi dan membahas soal anggaran. Karena memang Nurhadi diklaim bisa mengurus anggaran dengan baik.
"Tidak ada sangkut pautnya dengan perkara ini dan hanya silaturahmi, minta masukan ke Pak Nurhadi terkait anggaran. Karena Pak Nurhadi punya kemampuan anggaran disusun secara baik, maka beliau-beliau ini minta masukan ke Pak Nurhadi," kata Rudjito.
Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp 83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp 45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.
Uang Rp 45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.
Awal mula gugatan, pada 27 Agustus 2010 Hiendra melalui kuasa hukumnya Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN.
Hal itu sebagaimana register perkara nomor: 314/Pdt.G/2010/PN Jkt.Ut.
PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa depo container tetap sah dan mengikat.
Serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp 81.778.334.544. Tak terima, PT KBN mengajukan banding.
Namun lagi-lagi upaya hukum mereka kandas di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun di tingkat kasasi, MA dalam putusannya nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan bahwa pemutusan perjanjian sewa-menyewa depo container adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp 6.805.741.317 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.
PT KBN lantas bermohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dilakukan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan aanmaning/teguran.
Mengetahui akan dieksekusi, Hiendra meminta bantuan kakaknya Hengky Soenjoto untuk dikenalkan dengan advokat Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi atau paman Rezky.
Dalam pertemuan di cafe Vin+ Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Hiendra meminta Rahmat menjadi kuasanya dalam permohonan PK perkara gugatan dengan PT KBN sekaligus mengurus penangguhan eksekusi.
Satu bulan usai pertemuan, tepatnya tanggal 20 Agustus 2014, Hiendra memberi surat kuasa kepada Rahmat sekaligus memberi uang Rp300 juta dan cek OCBC NISP atas nama PT MIT nomor NNP 218650 sejumlah Rp 5 miliar yang bisa dicairkan setelah permohonan PK didaftarkan ke MA.
Pada 25 Agustus 2014, Rahmat mendaftarkan permohonan PK dan permohonan penangguhan eksekusi.
Beberapa hari kemudian, tutur Jaksa, Hiendra mencabut kuasa yang telah diberikan dan melarang Rahmat mencairkan cek Rp 5 miliar.
"Namun pada kenyataannya Hiendra meminta terdakwa II (Rezky) yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan terdakwa I (Nurhadi) untuk pengurusan perkara tersebut, padahal diketahui pada saat itu, terdakwa II bukanlah advokat," ucap Jaksa sebagaimana surat dakwaan.
Lebih lanjut, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 37.287.000.000.
Nurhadi disebut memerintahkan Rezky untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014-2017.
Penerimaan uang di antaranya dari Handoko Sutjitro (Rp 2,4 miliar); Renny Susetyo Wardani (Rp 2,7 miliar); Donny Gunawan (Rp 7 miliar); Freddy Setiawan (Rp 23,5 miliar); dan Riadi Waluyo (Rp 1.687.000.000). (Tribun Network/ham/wly)