Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya tidak mau terburu-buru dalam menetapkan kembali eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya enggan kecolongan lagi apabila Eddy Hiariej kembali mengajukan praperadilan untuk status tersangkanya yang kedua.
Saat ini, lanjut Tanak, para pimpinan, deputi, dan direktur di KPK sedang berdiskusi untuk mengambil langkah ke depannya dalam menangani kasus Eddy Hiariej.
Dia menegaskan bahwa diskusi yang dilakukan tidak asal diskusi.
"Jadi ketika ada putusan praperadilan, maka bisa saja aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan kembali, merapikan kembali administrasi yang keliru itu. Nah di KPK ini, kami sedang melakukan penataan kembali, tunggu saja waktunya ada, karena semuanya adalah waktu," kata Tanak kepada wartawan, dikutip Rabu (1/5/2024).
Menurut Tanak, putusan praperadilan hanya bersifat administratif.
Putusan praperadilan tidak menghilangkan perbuatan melawan hukumnya.
"Tidak berarti menghilangkan adanya kalau sekiranya ada kerugian keuangan negara, dan tidak menghilangkan pokoknya, semua unsur-unsur dalam suatu tindak pidana, karena dia hanya bersifat administratif," terangnya.
Tanak memastikan tidak ada kendala dalam memproses kembali Eddy Hiariej sebagai tersangka.
Kata dia, KPK sedang mempelajari dengan teliti dan cermat sesuai KUHAP dalam menangani perkara pidana.
"Sehingga nantinya ketika proses hukum dimulai lagi, kalau pun ada praperadilan, praperadilannya ditolak, itulah yang kita harapkan," katanya.
Dalam perkaranya, KPK menetapkan empat tersangka yakni, Eddy Hiariej, asisten pribadinya Yogi Arie Rukmana (YAR), pengacara Yosi Andika Mulyadi (YAM), dan mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan (HH).
Eddy Hiariej diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut Hermawan.
Uang itu untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penyetopan kasus di Bareskrim, hingga pencalonan ketua pengurus pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Namun, hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Eddy Hiariej.
Dengan demikian, status tersangka terhadap Eddy Hiariej tidak sah.